
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait praktik ijon proyek infrastruktur. Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan ayah kandung ADK, H.M. Kunang (HMK) yang menjabat sebagai Kepala Desa Sukadami, serta seorang pihak swasta berinisial SRJ sebagai tersangka.
Penetapan tersangka tersebut diumumkan KPK dalam konferensi pers, Sabtu (20/12/2025), menyusul operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Kamis (18/12/2025).
Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, praktik ijon proyek diduga telah dilakukan sejak ADK terpilih sebagai Bupati Bekasi, bahkan sebelum resmi dilantik. Menurut KPK, sejak Desember 2024 hingga Desember 2025, ADK diduga secara rutin meminta uang muka proyek kepada SRJ untuk pengondisian paket pekerjaan infrastruktur.
“Pembahasan proyek sudah diarahkan untuk pekerjaan tahun anggaran 2026 dan seterusnya,” kata Asep.
KPK mencatat, total uang yang diterima ADK dan HMK mencapai Rp14,2 miliar. Rinciannya, sebesar Rp9,5 miliar berasal dari ijon proyek yang diberikan SRJ, sementara Rp4,7 miliar lainnya berasal dari penerimaan lain sepanjang tahun 2025. Dalam OTT tersebut, penyidik juga menyita uang tunai Rp200 juta di kediaman ADK yang diduga merupakan sisa setoran ijon tahap keempat.
Dalam konstruksi perkara, HMK disebut berperan sebagai perantara antara ADK dengan pihak swasta maupun sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD). KPK menilai posisi HMK sebagai orang tua Bupati Bekasi mempermudah akses komunikasi, meski yang bersangkutan hanya menjabat sebagai kepala desa.
“HMK kerap menjadi pintu masuk komunikasi. Dalam beberapa kesempatan, ia turut meminta uang atas nama anaknya,” ujar Asep.
Terkait penyegelan rumah dinas Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi serta sejumlah kantor dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi, KPK menegaskan langkah tersebut dilakukan semata-mata untuk pengamanan barang bukti.
Ketiga tersangka, yakni ADK, HMK, dan SRJ, resmi ditahan selama 20 hari pertama hingga 8 Januari 2026. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan penyidikan masih terus dikembangkan untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut. (Jml)